Foto ini diambil saat pabrik sedang shutdown.. hahaha
Shutdown. Inilah fenomena nyata yang terjadi di pabrik tempat saya bekerja saat ini. Dimulai dari tanggal 22 Juli sampai sekarang salah satu pabrik (pabrik ammonia) masih dalam keadaan mati. Tube Reformer yang bocor menjadi pelopor awalnya "tragedi". Sebenarnya semua perbaikan untuk tube reformer berjalan sesuai rencana sampai pada titik dimana kompressor udara mulai dijalankan (sekitar jam 2 pagi tanggal 27 Juli).
Kompressor udara berfungsi menaikkan tekanan dari tekanan atmosfer menjadi 30 - 36 kg/cm2 agar dapat menyediakan udara untuk keperluan instrumentasi dan pabrik. Kompressor ini digerakkan oleh 1 buah turbin (AEG Kanis V-32). Saat kecepatan speed turbin berada pada rentang sekitar 0 - 7000 rpm masih belum ada permasalahan yang muncul. Namun, saat kecepatan turbin menyentuh MGS (Minimum Governor Speed), tiba tiba terjadi trip diakibatkan oleh huntingnya salah satu fcv (flow control valve) yang merupakan kickback dari kompressor udara. Dari hasil analisa sementara, pihak-pihak terkait memutuskan untuk membongkar flow control valve tersebut. Pemisahan fcv dengan piping dikerjakan oleh pihak mekanik sedangkan pembongkaran valvenya itu sendiri diserahkan ke bengkel instrumentasi.
Penampakan fcv yang mengalami buntuan di lapangan
Berhubung fcv ini sudah berusia tua (jauh lebih tua dibanding saya), komponen komponen di dalamnya menjadi cukup susah untuk dibongkar. Dan benar adanya, ketika fcv dibongkar, terdapat banyak sisa sisa serbuk besi piping yang terbawa oleh proses. Kotoran tersebut mengakibatkan jalur yang menuju upstream dari fcv menjadi tersumbat sehingga outlet dari valve menjadi tidak sesuai seperti yang diinginkan.
Pemisahan body valve dengan bonnet
Pembongkaran isi dari body valve
Isi dari body valve berupa sekat yang berlubang, dimana banyak lubang yang tersumbat oleh serbuk besi di dalamnya
Endapan serbuk besi di dalam body valve
Seharusnya hal ini tidak perlu terjadi andai saja pihak operasi melakukan blowing ke sisi upstream control valve sebelumnya. Namun apa daya, nasi telah menjadi bubur, hehehe. Agar pabrik bisa segera start up kembali, kami dari tim instrument langsung membersihkan setiap bagian satu persatu dari body valve yang menjadi jalur lewat proses. Butuh waktu lebih dari 3 jam untuk menyelesaikan pembersihan (tepatnya sampai +/- pukul 08.00 pagi). Setelah dibersihkan, control valve tersebut dipasang kembali di lapangan dan alhamdulillah proses start-up kompressor udara berjalan dengan lancar. Kami menuju ruang shift dan bisa beristirahat dengan tenang.
FCV yang sudah siap dipasang kembali di lapangan
Keesokan harinya, sesuai jadwal yang direncanakan, kompressor syngas akan dijalankan. Berbeda dengan kompressor udara, kompressor ini memiliki 2 buah turbin sebagai penggeraknya (AEG Kanis V-25 dan KR-25). Hal tersebut dikarenakan beban yang perlu ditanggung oleh kompressor lebih besar dibanding kompressor udara. Selain itu, keluaran turbin KR-25 digunakan untuk menyediakan medium pressure steam ke proses lain yang ada di pabrik. Kompressor ini beroperasi pada sistem loop sintesa pabrik ammonia. Baru saja proses start up ingin dijalankan, tiba tiba ada laporan dari pihak mekanik bahwa handwheel yang digunakan untuk mengatur speed turbin sampai menuju minimum governer speed mengalami kerusakan. Pihak mekanik kemudian mengganti part yang rusak tersebut dengan yang baru. Start-up berjalan dengan lancar, dan kecepatan turbin telah mencapai titik MGS sekitar 8900-an rpm. Namun tidak lama kemudian, kompressor ini mengalami trip dikarenakan adanya indikasi low level untuk overhead tank control oil. Pihak operasi melakukan pengecekan pada level overhead tank, akan tetapi tidak terdapat permasalahan berarti dengan level oli yang ada di tanki. Dugaan kemudian mengarah pada indikasi palsu atau tidak berfungsinya salah satu peralatan instrumen yang ada pada sistem interlock kompresor. Setelah dilakukan pengecekan pada diagram interlocknya, diduga ada masalah yang terjadi akibat limit switch untuk menginisialisasi solenoid valve tidak berfungsi dengan benar sehingga kami perlu mengganti limit switch tersebut dengan yang baru. Limit switch tersebut selalu menunjukan posisi close atau terjadi kontak yang berarti solenoid valve akan terus menerus off atau trip. Berikut gambar diagram interlock pada kompressor syngas.
Gambar tampak vertikal (sorry, hehehe)
Tidak berfungsinya solenoid valve merupakan hal yang vital dalam sistem control oil 103-J. Solenoid valve ini merupakan gerbang masuknya control oil yang digunakan dalam pengontrolan speed turbin (sesuai dengan gambar diagram di bawah ini).
Oil Flow Diagram
Ketika terjadi trip, solenoid valve akan mengarahkan control oil tidak ke dalam sistem control melainkan menuju ke reservoir.
Singkat cerita, penggantian dilakukan dan kemudian kembali dilakukan start up. Sudah sekitar 4 jam start up berlalu, semua berjalan dengan baik sampai dengan terdengarnya lagi sirine panjang yang menandakan trip lagi-lagi terjadi. Kami dari pihak instrumen kebingungan dengan apa yang barusan terjadi, karena sebelum start up dijalankan, semua pengetesan dan simulasi setiap peralatan telah dilakukan dan tidak menunjukan adanya kelainan. Kami kemudian melakukan tracing terhadap setiap kemungkinan. Dimulai dari mengganti solenoid valve (padahal solenoid valve tidak menunjukan adanya kerusakan) sampai pada switch-switch yang mungkin bisa menjadi faktor penyebab terjadinya trip
Start up kembali dijalankan (lagi dan lagi) dan sayangnya pabrik bisa aman hanya dalam waktu 10 jam saja tepatnya rabu pagi sekitar pukul 07.30. Sirine trip kembali muncul. Para manajer dan senior di bagian produksi dan pemeliharaan kemudian melakuan diskusi darurat terkait masalah ini. Dari diskusi tersebut, diambil kesimpulan bahwa level transmitter yang menunjukan level dari oht untuk diganti dari tipe floater (pelampung) menjadi differential pressure. Selain itu pressure switch yang memberikan alarm dan trigger untuk trip pabrik jugadiganti dengan yang baru. Hal ini membuat kami perlu menyediakan cukup banyak alat agar penggantian bisa dilakukan antara lain tubing, pressure gauge, tube cutter, tube bender, d/p level transmitter yang telah terkalibrasi, dan peralatan-peralatan kecil lainnya sebagai penunjang pelaksanaan kerja. Tidak lupa juga diperlukan fisik dan mental yang kuat karena penggantian transmitter dan pressure switch membutuhkan stamina dan pikiran yang fit, hahaha.
Bentukan solenoid valve yang udah diganti
Start up kembali dijalankan (lagi dan lagi) dan sayangnya pabrik bisa aman hanya dalam waktu 10 jam saja tepatnya rabu pagi sekitar pukul 07.30. Sirine trip kembali muncul. Para manajer dan senior di bagian produksi dan pemeliharaan kemudian melakuan diskusi darurat terkait masalah ini. Dari diskusi tersebut, diambil kesimpulan bahwa level transmitter yang menunjukan level dari oht untuk diganti dari tipe floater (pelampung) menjadi differential pressure. Selain itu pressure switch yang memberikan alarm dan trigger untuk trip pabrik jugadiganti dengan yang baru. Hal ini membuat kami perlu menyediakan cukup banyak alat agar penggantian bisa dilakukan antara lain tubing, pressure gauge, tube cutter, tube bender, d/p level transmitter yang telah terkalibrasi, dan peralatan-peralatan kecil lainnya sebagai penunjang pelaksanaan kerja. Tidak lupa juga diperlukan fisik dan mental yang kuat karena penggantian transmitter dan pressure switch membutuhkan stamina dan pikiran yang fit, hahaha.
D/P Level transmitter baru sebagai pengganti floater level transmitter yang lama
Pressure Switch yang baru diganti.. keliatan masih mengkilap
Pressure Switch yang baru diganti.. keliatan masih mengkilap
Pemasangan transmitter dan pressure switch baru telah dilakukan, begitu juga dengan start up kompressor, alhamdulillah sampai sekarang masih belum ada indikasi kelainan. Semoga selalu seperti ini, dan shutdown kali ini merupakan yang terakhir untuk tahun 2014.
Ngombe heula hahahaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar